Danau Toba adalah
sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30
kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau ini
merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Di
tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.
Danau Toba sejak
lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit
Lawang, Berastagi dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun
mancanegara.
Sejarah
1. Pemandangan Danau Toba.
Diperkirakan
Danau Toba terbentuk saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang
lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang
paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan
Technological University memperkirakan bahwa jumlah total material pada
letusan sekitar 2.800 km3 -sekitar 2.000 km3 dari
Ignimbrit yang mengalir di atas tanah, dan sekitar 800 km3 yang
jatuh sebagai abu terutama ke barat. Aliran piroklastik dari letusan
menghancurkan area seluas 20.000 km2, dengan deposito abu setebal
600 m dengan kawah utama.
Kejadian ini
menyebabkan kematian massal dan kepunahan pada beberapa spesies
makhluk hidup. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan
jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu,
yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan
terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkannya. Setelah
letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan
menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas
oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
2. Danau Toba dengan Pulau Samosir di
bagian tengahnya.
Tim peneliti
multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia,
mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa
telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli
geologi di selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang
bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba
pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah
timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari
sebaran abunya.
Selama tujuh
tahun, para ahli dari universitas Oxford tersebut meneliti proyek ekosistem di
India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka
tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini
ternyata hanya sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan
berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu
dari letusan gunung berapi purba.
Penyebaran debu
gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari
sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung
Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100
titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000
mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran
debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli,
betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.
Kerusakan
lingkungan
Pada bulan Mei
2012, Pemkab Samosir menerbitkan surat keputusan (SK) Bupati Samosir No. 89
tanggal 1 Mei 2012 tentang Pemberian Izin Lokasi Usaha Perkebunan
Hortikultura dan Peternakan seluas 800 hektare di Hutan Tele,
di Desa Partungkot Nagijang dan Hariara Pintu, Kecamatan
Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara kepada PT Gorga Duma
Sari (GDS) yang dimiliki seorang anggota DPRD Kabupaten Samosir, Jonni
Sitohang. Kemudian dilanjutkan dengan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang
diberikan oleh Kepala Dinas Provinsi Sumatera Utara melalui SK Kepala Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir Nomor 005 Tahun 2013. Ketua
Pengurus Forum Peduli Samosir Nauli (Pesona), Rohani
Manalu menyatakan bahwa izin yang didapatkan ini membuat PT GDS melakukan
penebangan atas kayu-kayu alam di dalam hutan tanpa memiliki AMDAL. Rohani
juga menyatakan bahwa akibat lain adalah terjadinya longsor dan banjir yang
menimbulkan korban jiwa.
Akibat penebangan
hutan Tele, lumpur hasil erosi di atas tanah bekas penebangan tersebut
telah menyebabkan pendangkalan sungai-sungai di sekitar Danau
Toba. Program penanaman sejuta pohon yang digerakkan pemerintah Provinsi
Sumatera Utara pun dikatakan tidak efektif karena banyak pohon yang mati karena
tidak dirawat. Hal ini menyebabkan tiga aktivis lingkungan Sumatera
Utara, Marandus Sirait, Hasoloan Manik (Kalpataru),
dan Wilmar Eliaser Simandjorang (Satya Lencana Karya Satya, Toba
Award, Wana Lestari) mengembalikan semua piagam penghargaan yang pernah
diberikan pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kementerian Kehutanan,
dan Istana Negara.
Menteri
Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya telah melayangkan dua surat
rekomendasi agar Bupati Samosir Mangindar Simbolon sebagai pemberi izin usaha
dan penanggung jawab agar memberikan sanksi administratif berupa penutupan
aktivitas usaha. Setelah surat pertama tidak digubris, Bupati Samosir
menjawab surat kedua dengan menyatakan bahwa perusahaan tidak melanggar
sehingga tidak layak ditutup. Karena Bupati tidak melaksanakan
rekomendasi, Kementerian Lingkungan Hidup pun memberlakukan Pengambil
Alihan Wewenang (Second Line Enforcement) dan menutup sementara
aktivitas PT GDS. Setelah Kementerian Lingkungan Hidup turun langsung ke
lokasi berdasarkan temuan bahwa keputusan tidak digubris, lalu Pemkab
menyurati PT GDS untuk menaati surat keputusan. PT GDS pun menghentikan semua
kegiatan operasional dan menarik alat-alat berat di kawasan tersebut berdasarkan
pengakuan Direktur GDS Jonni Sitohang.
sumber: Wikipedia