Kamis, 06 Mei 2010

Aksara Batak





Aksara/huruf Batak atau disebut ‘Surat Batak’ adalah huruf-huruf yang dipakai dalam naskah-naskah asli suku Batak (Toba, Angkola/Mandailing, Simalungun, dan Karo). Kelompok bahasa sub suku ini mempunyai kemiripan satu sama lain dan sebenarnya adalah cabang dari suatu bahasa Batak tua (Proto Batak). Naskah asli itu sebagian besar berupa pustaha (laklak), sebagian kecil lainnya dituliskan pada bambu dan kertas. Hampir semua orang Batak yang menulis buku tentang Batak selalu memasukkan satu bab atau bagian bukunya tentang Surat Batak atau paling tidak ia membuat sebuah tabel abjad Batak. Ini menunjukkan mereka bangga akan warisan budaya leluhurnya itu. Tetapi sayang sekali karena kurangnya pemahaman kerap kali salah kaprah dan tidak jelas. Kekeliruan ini akan nyata kalau kita terapkan untuk membaca suatu naskah asli Pustaha. Berani saya bertaruh, pasti akan sulit kita baca, alias membuat kita bingung sendiri. Bahkan dalam buku-buku wajib pelajaran aksara Batak yang dipakai di sekolah di daerah Tapanuli banyak dijumpai kekeliruan ini. Soalnya sekarang bagaimana membenahi ini semua ? Banyak buku bermutu dari pakar asing yang sangat baik bisa dipakai sebagai rujukan. Tetapi masalahnya adalah semuanya ditulis dalam bahasa asing, Jerman atau Belanda. Sekarang ini sudah jarang kita yang menguasainya. Syukurlah beberapa tahun lalu, Dr.Uli Kozok, seorang ahli bahasa kuno (filolog) berkebangsaan Jerman, yang menyunting putri Tanah Karo, telah menulis sebuah buku panduan ringkas Surat Batak yang sangat baik dalam bahasa Indonesia “Warisan Leluhur, Sastra Lama dan Aksara Batak”, 1999. Kozok yang pernah menjadi pengajar di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (1990-1991) menulis disertasi tentang sastra Batak Ratapan (andung-andung).Dengan buku panduan Dr.Kozok ini diharapkan putra asli Batak yang berminat bisa memiliki bahan acuan yang baik untuk meneliti naskah-naskah tua yang hampir punah, dan masih tersebar di berbagai tempat di luar ataupun di dalam negeri. Ia juga telah membuat suatu font Surat Batak sehingga sekarang kita boleh melakukan pengetikan computer dengan aksara Batak.

Naskah pustaha sekarang sudah sangat langka dan tersebar di beberapa perpustaakan di Eropa. Diperkirakan jumlahnya hanya 2000 buah. Bagaimana caranya mengembalikannya ke tanah air perlu dipikirkan.Naskah batak yang ditemukan dalam bentuk bambu ataupun tulang kerbau dan kertas sangat kecil jumlahnya. Perlu dicatat, sastra Batak kebanyakan tidak ditulis melainkan dialihkan turun temurun secara lisan. Surat Batak hanya dipergunakan untuk ilmu kedukunan, surat menyurat (ancaman). Di daerah Karo, Simalungun, Angkola juga dipakai untuk menulis syair/nyanyian ratapan. Jadi legenda, mitos, cerita rakyat (turi-turian), umpama, umpasa, teka-teki (torhan-torhanan), silsilah (tarombo) tidak akan anda jumpai dalam bentuk naskah Batak asli. Khusus mengenai silsilah marga yang diturunkan dengan tradisi lisan, belakangan menimbulkan berbagai versi. Tidak jarang pecah perselisihan, yang sebenarnya lebih berpangkal pada ego kelompok dan tribalisme.

Kebanyakan naskah berbentuk pustaha. Pustaha adalah semacam buku terbuat dari kulit kayu (laklak) yang dilipat sedemikian rupa dengan sampul terbuat dari kayu alim. (lampak) yang lebih keras. Yang dituliskan pada pustaha pada pokoknya adalah soal-soal yang menyangkut ilmu kedukunan (hadatuon). P.Voorhoeve dan L.Manik yang meneliti 461 pustaha di beberapa perpustakaan di Eropa, sebagaimana dikutip oleh Kozok, membagi ilmu hadatuon :
  1. Ilmu hitam (Pangulubalang, Pamunu tanduk, gadam dll)
  2. Ilmu putih (Pagar, Sarang timah, Porsimboraon, dll)
  3. Ilmu lain-lain (Tamba tua, Dorma, Parpangiron dll)
  4. Obat-obatan
  5. Nujum :
  • Dengan perbintangan (Pormesa na sampulu dua, panggorda na ualu, pane na bolon, porhalaan dsb)
  • Dengan memakai binatang (Aji nangkapiring, Manuk gantung, Porbuhiton dsb)
  • Nujum lain-lain (Rambu siporhas, Panampuhi, Hariara marsundung di langit, Parombunan dsb)
Beberapa koreksi untuk aksara Batak Toba :
  1. Huruf /a/ dalam bentuk yang melengkung lebih banyak ditemukan daripada bentuk garis tajam
  2. Huruf /ma/ dalam bentuk dalam bentuk yang sudah sering dikenal umum ternyata berbeda dari yang dipakai pustaha
  3. Huruf /pa/ bentuk nya lurus saja
  4. Aksara batak sama sekali tidak mengenal angka
  5. dan masih banyak yang lainnya yang sudah terlanjur salah kaprah.

Rabu, 05 Mei 2010

Marga dalam Suku Batak




Sejak dahulu sampai sekarang ada tiga tali hubungan yang terus dipertahankan dalam kehidupan masyarakat Batak, yaitu; tarombo turunan (silsilah), tarombo partuturan (tutur sapa) dan ikatan sosial. Ketiganya besifat mengikat di dalam tatanan kehidupan adat.

Tarombo turunan menentukan hubungan anak-beranak. Jenjang semacam ini turun-temurun dalam kelompok satu leluhur. Jenjang ini menunjuk pada letak kesulungan dalam menentukan abang-adik dalam satu klan. Tarombo turunan tersusun menurut generasinya dari manusia Batak pertama menurun sampai kepada keturunannya sekarang. Untuk memudahkan penyusunan tarombo turunan itu diciptakanlah sistem marga. Tujuan memberi marga kepada turunan adalah untuk menunjukkan nama si pemberi warisan dan untuk menunjukkan nama si penerima warisan sehingga perselisihan yang disebabkan oleh hak kesulungan dapat dihindari. Dengan mengetahui jelas akan silsilah sendiri, maka seseorang akan mudah menyatukan diri dengan orang lain dalam satu garis leluhur atau kelompok marga.

Yang berikutnya tarombo partuturan adalah untuk menentukan timbangan dalam hal menunjukkan sangap (kemuliaan) di antara Dalihan na Tolu (Dongan Tubu, Hula Hula, Boru). Hal ini juga menyangkut siapa yang patut disebut Dongan Tubu, juga Hula Hula dan Boru. Penggolongan fungsional seperti ini menentukan pola tutur sapa sehari-hari seperti misalnya siapa yang disebut Tulang (paman), Namboru (bibi), Angkang (kakak) dan lain sebagainya.

Setelah terciptanya tarombo turunan dan tarombo partuturan maka lahirlah jiwa kasih (holong) antar individu dengan individu dan antar golongan dengan golongan yang terikat dalam tarombo itu. Hal ini kemudian melahirkan sifat sosial yang amat utuh. Oleh karena itu masyarakat Batak terikat oleh adat yang tercermin dalam gerak tarombo turunan dan tarombo partuturan. Maka setiap individu yang memiliki marga terikat satu sama lain dan hal ini menghasilkan jiwa persaudaraan serta mendorong semangat solidaritas yang nyata dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.

Keturunan SIRAJA BATAK

Manusia Batak yang pertama adalah SIRAJA BATAK yang memperanakkan GURU TATEABULAN dan RAJA ISUMBAON.

I.Keturunan GURU TATEABULAN

Menurut tarombo marga PASARIBU yang disusun oleh Pdt.Ev. SAITUN ROBERTH HASIHOLAN SIMANJUNTAK, GURU TATEABULAN memperanakkan RAJA UTI, SARIBU RAJA, LIMBONG MULANA (LIMBONG), SAGALA RAJA (SAGALA) dan SILAU RAJA (MALAU).

SARIBU RAJA memperanakkan dua orang putera, masing-masing bernama RAJA LONTUNG dan RAJA BORBOR. RAJA LONTUNG menurunkan marga-marga; TOGATOROP, SIMATUPANG, SIANTURI dan SIBURIAN. Dari RAJA BORBOR turun marga-marga; TANJUNG, LUBIS, PASARIBU, HABEAHAN, MANIK, HARAHAP, PARAPAT, MATONDANG, SIPAHUTAR, TARIHORAN, GURNING dan RAMBE.

II.Keturunan ISUMBAON

RAJA ISUMBAON pindah dari daerah Sianjurmulamula ke sebelah timur, di kaki Pusuk Buhit. Di sana dia membangun perkampungan yang sekarang disebut Pangururan. Dalam sebuah Pustaha yang terbit tahun 1926 ditulis oleh W.M. HOETAGALOENG diceritakan bahwa RAJA ISUMBAON memperanakkan tiga orang putera, masing-masing bernama SORIMANGARAJA, RAJA ASIASI (TUNGGULJUJI) dan SANGKAR SOMALINDANG. Tentang RAJA ASIASI dan SANGKAR SOMALINDANG kurang jelas diketahui dalam sejarah marga-marga Batak tetapi SORIMANGARAJA jelas diceritakan mempunyai tiga orang istri, masing-masing bernama NAIAMBATON, NAIRASAON dan NAISUANON. Dari ketiga istri inilah kemudian muncul beberapa marga Batak yang menyebar hampir di seluruh tanah Batak. TUAN SORIMANGARAJA memperanakkan TUAN SORBADIJULU, TUAN SORBADIJAE dan TUAN SORBADIBANUA.

III.Keturunan NAIAMBATON

Dalam silsilah NAIAMBATON terdapat marga-marga berikut; SIMBOLON, MUNTE, TAMBATUA, SARAGITUA, SINAHAMPUNG dan HARO.

Turunan marga SIMBOLON yang menjadi marga-marga SIMBOLON banyak bermukim di daerah Simbolon, Samosir. Dari turunan SIMBOLON ada yang merantau ke Barus, daerah Dairi menjadi marga TINAMBUNAN, TUMANGGOR, PINAYUNGAN dan NAHAMPUN.

Turunan marga SARAGI menyebar ke daerah Simalungun dan menyebut marga mereka SARAGIH sesuai dialek Simalungun.

Turunan MUNTE menyebar ke Barus, daerah Dairi, Tapanuli Selatan dan beberapa daerah di Sumatera Timur dan Asahan. Marga MANIK di daerah Simsim Dairi dan Singkel termasuk MUNTE, sedangkan marga MANIK di daerah Simalungun termasuk kelompok MALAU. DALIMUNTE dan NAIMUNTE adalah juga termasuk MUNTE. Menurut cerita orang tua bahwa marga MUNTE yang terdapat di daerah Padanglawas adalah turunan MUNTE yang menyebar dari daerah Asahan.

Marga GINTING dan marga KARO KARO BARUS di daerah Barus Julu dan Tanjung Barus, tanah Karo termasuk NAIAMBATON juga.

Dari turunan TAMBATUA terkenal seorang dukun bernama DATU PARNGONGO. Konon TAMBATUA mempunyai tujuh orang putera. Dari keturunan DATU PARNGONGO inilah muncul marga-marga SIDABUTAR, SIDABALOK, SIDARI, SIJABAT, TURNIP, SIDAURUK, SITIO, SIMARMATA, SIALAGAN dan SINAPITU.

Dari SARAGI muncul marga-marga SAING, SIMALANGO, NADEAK dan TARIGAN.

Dari SINAHAMPUNG turun marga-marga NAHAMPUN, PINAYUNGAN, TURUTAN, MAHARAJA, TUMANGGOR dan TINAMBUNAN. Semuanya terdapat di daerah Dairi.

IV.Keturunan NAIRASAON

Dari keturunan NAIRASAON muncul RAJA MANGARERAK yang tinggal di daerah Sibisa Uluan dan dia menurunkan TOGA MANURUNG, RAJA SITORUS dan PURBA.

TOGA MANURUNG menurunkan HUTAGURGUR dan SIMANORONI. RAJA SITORUS memperanakkan SITORUS, SIRAIT dan BUTAR BUTAR. PURBA memperanakkan SIBORO, HALIHI, SITUA dan TAMBAK. Menurut sebagian pengarah sejarah Batak SITINDAON termasuk anak PURBA, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa SITINDAON termasuk NAIBAHO HUTAPARIK.

V.Keturunan NAISUANON

Menurut sejarah marga-marga Batak yang dipetik dari Pustaha istri SORIMANGARAJA yang bernama NAISUANON menurunkan TUAN SORBADIBANUA yang menikah dengan NAIANTING MALELA (puteri marga PASARIBU). TUAN SORBADIBANUA kemudian menurunkan nama-nama yang menjadi marga yang besar jumlahnya. Nama-nama anak TUAN SORBADIBANUA itu antara lain; SIBAGOT NIPOHAN, SIPAETTUA, SILAHI SABUNGAN, SIRAJA OLOAN, SIRAJA HUTALIMA, RAJA SOBU, RAJA SUMBA dan NAIPOSPOS.

SIBAGOT NIPOHAN memperanakkan TUAN SIHUBIL, marga TAMPUBOLON, TUAN DIBANGARNA, TUAN SOMANIMBIL dan SONAKMALELA. Keturunan SIBAGOT NIPOHAN banyak terdapat di daerah Porsea, Balige, Pangaribuan dan Pematang Siantar. Dari TAMPUBOLON muncul marga SILAEN dan BARIMBING. TUAN DIBANGARNA menurunkan PANJAITAN, SILITONGA, SIAGIAN dan SIANIPAR. Marga PARDOSI termasuk ke dalam kelompok SIAGIAN POHAN. TUAN SOMANIMBIL menurunkan marga SIAHAAN, SIMANJUNTAK dan HUTAGAOL. Marga NASUTION termasuk ke dalam kelompok SIAHAAN POHAN. SONAKMALELA menurunkan SIMANGUNSONG, MARPAUNG dan NAPITUPULU. Marga PARDEDE termasuk ke dalam kelompok NAPITUPULU.

SIPAETTUA memperanakkan tiga orang putera, masing-masing bernama PANGULUPONGGOK, PARTANO dan PARDUNDANG. PANGULUPONGGOK memperanakkan RAJA HUTAHAEAN (HUTAHAEAN), RAJA ARUAN (ARUAN) dan RAJA HUTAJULU (HUTAJULU). PARTANO memperanakkan SIBARANI dan SIMANGARA (SIBUEA). PARDUNDANG memperanakkan PANGARIBUAN dan HUTAPEA. Marga SARUMPAET di daerah Barus termasuk SIPAETTUA.

Yang termasuk kelompok besar SILAHI SABUNGAN adalah SIHALOHO, SITUNGKIR, DOLOK SARIBU, NADAPDAP, TAMBUNAN, TAMBUN, SINURAT, SINURAT ULUBALANG, SIRUMASONDI, SINABUTAR, SIDABARIBA, SIDEBANG, PINTU BATU, SIPAYUNG, SIGIRO, DAULAY, juga termasuk kelompok SEMBIRING di tanah Karo; SINULAKI, KELOKO, SIPANGKAR, SINUKAPAR, SINUPAYUNG, SIRUMASINGAP, DEPARI, SOLIA, MELIALA, TEKANG, KEMBAREN, PANDEBAYANG, GURUKENAYAN, BUNUAJI, PELAWI, BUSUK, PANDIA dan MUHAM.

Anak-anak SIRAJA OLOAN antara lain; NAIBAHO, SIGODANG ULU (SIHOTANG), TOGA BAKARA (BAKARA), SINAMBELA, SIHITE dan SIMANULLANG. Marga HASUGIAN termasuk SIHOTANG. Marga SIHOTANG merantau ke daerah Dairi dan menurunkan marga-marga; UJUNG, SINAMO, BINTANG, MATANIARI, BAKO, LINGGA dan SINULINGGA. Sedangkan kelompok KARO KARO di tanah Karo yang termasuk SIRAJA OLOAN; BARUS, SITEPU, SURBAKTI, SINULINGGA, SINUHAJI, SINURAYA, BUKIT, SAMURAH, GURU SINGA, SINUKABAN, KACARIBU, KETAREN, SINUBULAN, KEMIT, BATUNAGKAR, KARO KARO SEKALI dan KARO KARO MANIK.

RAJA SOBU memperanakkan RAJA TINANDANG dan RAJA HASIBUAN (HASIBUAN). RAJA TINANDANG memperanakkan RAJA LINTONG DITANO yang kemudian memperanakkan OMPU HOBOLBATU, marga SITOMPUL. RAJA HASIBUAN memperanakkan GURU MANGALOKSA dan GURU HINOBAAN. GURU MANGALOKSA memperanakkan RAJA NABARAT (HUTA BARAT), RAJA PANGGABEAN (PANGGABEAN), RAJA HUTAGALUNG (HUTAGALUNG) dan RAJA HUTATORUAN (LUMBAN TOBING).

RAJA SUMBA menikah dengan Boru PANDAN NAULI (puteri RAJA LONTUNG) dan memperanakkan SIMAMORA dan SIHOMBING. SIMAMORA memperanakkan PURBA, MANALU dan DEBATA RAJA. Sedangkan SIHOMBING memperanakkan SILABAN, NABABAN, HUTASOIT dan LUMBAN TORUAN. Keturunan RAJA SUMBA ini menempati daerah yang disebut Tipang sampai sekarang.

Pengikut